Senin, 02 Februari 2009

Mencintai Profesi

Dipersembahkan buat Syamsuddin Ideris, S.Pd

Aku betul-betul tertarik dengan sosok Syamsuddin Ideris, seorang guru di sebuah desa terpencil, tepatnya Bajayau. Bajayau terletak di kecamatan Daha Barat, kabupaten Hulu Sungai Selatan, provinsi Kalimantan Selatan.

Sungai Nagara dan Rawa

Bajayau merupakan kawasan rawa di pinggiran sungai Nagara. Jaraknya sekitar 45 km dari kota Kandangan (Ibukota Kabupaten HSS) atau 15 km dari kota Nagara (Ibukota kecamatan Daha Selatan). Adapun nama “Daha” sendiri berasal dari nama kerajaan Daha yang merupakan cikal bakal kerajaan Banjar di Kalimantan Selatan.

Bajayau oleh Pemerintah Kabupaten HSS dikategorikan sebagai Daerah Sangat Terpencil. Saat ini Bajayau termasuk dalam kecamatan Baru yang dinamakan Daha Barat. Selain desa Bajayau masih ada desa Siang Gantung, desa Baru, desa Tanjung Selor, desa Badaun, desa Bajayau Tengah dan desa Bajayau Lama.

SMPN 2 Daha Selatan

Apa yang membuatku terkesan dan kagum pada Syamsuddin? Nah, di blog Syam yang berlabel "From Bajayau With IT", dia menulis :
"Inilah Bajayau, tempat yang kucintai. Sekolah yang kubanggakan dengan segenap keterbatasan dan kekurangan di daerah terpencil. Tapi alam yang masih asri, rawa yang eksotik, anak didik yang penurut, suasana yang tenang dan damai sungguh menentramkan hati."

Kata "kucintai", membuat Syam menjadi berbeda dengan yang lain. Syam mencintai Bajayau, desa terpencil itu. Dengan mencintai tempat dimana kita bekerja, di situlah akan muncul cinta terhadap pekerjaan kita.

Syam hanyalah sedikit dari banyak orang yang mencintai tempat dia mengabdi. Selebihnya, banyak dijumpai orang-orang yang hanya "memenuhi tugas", tapi tanpa pernah merasa memiliki (apalagi mencintai) tempat dimana dia bertugas.

Lihatlah, teman-teman yang bekerja di daerah Marabahan. Mereka menjadikan kota itu sebagai tempat yang menjengkelkan dan melelahkan. Marabahan hanya dijadikan sebagai tempat untuk "memenuhi tugas", dan setelah menyelesaikan tugas, mereka kembali ke Banjarmasin. Sama sekali tidak ada rasa mencintai, sehingga yang muncul hanya keluh kesah. Dan akhirnya, mereka juga tidak mencintai profesi mereka, sehingga mereka hadir di sekolah dengan terpaksa, penuh beban, dan sebagainya. Pikiran mereka, setelah mengajar, mereka akan segersecepatnya a kembali ke Banjarmasin. Karena Marabahan, bagi mereka, adalah kota yang menyengsarakan hati.

Berbeda dengan Syam. Meski minim transportasi --harus naik kelotok-- menuju ke SMP Negeri 2 Daha Selatan (bukan SMP Ngeri 2....), tapi Syam tetap membanggakan sekolahnya dengan segenap keterbatasan dan kekurangan yang dimiliki sekolah tersebut. Bajayau, justru menjadi tempat yang bisa menyenangkan hatinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar